Sunday 19 March 2017

Teknik Pemijahan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus Blochii)


Bawal bintang merupakan ikan introduksi yang berasal dari Taiwan, memiliki prospek yang cukup bagus di kawasan Asia Pasifik dengan harga yang cukup tinggi. Di Indonesia  bawal bintang adalah komoditas yang masih dapat dibudidayakan di tingkat Keramba Jaring Apung (KJA). Dengan keberhasilan rekayasa teknologi pembenihan ikan bawal bintang diharapkan dapat memberikan peluang bagi berkembangnya usaha budidaya ikan laut di Indonesia.

Teknik Pembenihan Bawal Bintang

Seleksi Induk

Induk bawal bintang harus memenuhi syarat sebagai induk ikan yang benar-benar sehat secara fisiologi dan marfologi, ukuran untuk bisa dilakukan pemijahan yaitu bobot lebih dari 1,5 Kg dengan induk jantan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan induk betina. 

Mengetahui tingkat kematangan gonad induk jantan dapat dilakukan dengan cara teknik striping (pengurutan), apabila belum ditemukan cairan sperma, maka dilakukan dengan mempergunakan kanula/selang kateter yang berdiameter 1.2 mm kemudian dimasukan ke dalam lubang genital sedalam 5-10 cm sambil disedot dengan menggunakan mulut. Sperma yang telah matang yaitu yang berwarna putih susu dan kental. Sedangkan sel telur betina yang telah matang yaitu butirannya tidak mengumpal (sudah terpisah).

Pemijahan

Pemijahan dapat dilakukan pada bak terkontrol. Pemijahan dilakukan secara hormonal menggunakan hormon HCG (Chrorionic Ganodotrophin Hormone) dengan dosis 250 – 500 IU/Kg bobot induk. Penyuntikan dilakukan sebanyak 2 kali dari separuh dosis yang diberikan dengan jeda antara penyuntikan pertama dan kedua adalah 24 jam. Posisi penyuntikan dilakukan dibawah sirip punggung induk jantan atau betina secara intra muscular. Setelah penyuntikan kedua, ikan akan melakukan pemijahan 8-10 jam.

Pemanenan Telur

Telur hasil pemijahan yang telah tertampung di egg collector kemudian dipanen dan dihitung jumlah telur hasil pemijahan, serta dilihat kualitas hasil pijahan.Telur yang dibuahi terlihat bening dan transparan mengapung dan melayang dipermukaan air berdiameter 0,85 – 1 mm (850-1000 mikron) yang ditampung dalam wadah penampung telur dan penetetasan telur dapat diinkubasikan pada bak penetasan telur atau ditebar pada bak pemeliharaan larva secara langsung.

Cara Sederhana Melakukan Teknik Pebenihan Ikan Kakap

Ikan Kakap Putih merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan laut yang bernilai ekonomi tinggi, memiliki segmen pasar yang luas dan produksi yang relatif stabil. Jika dilihat dari sifat biologi, ikan kakap putih mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan untuk dibudidayakan antara lain bersifat euryhalin, dapat mentolerir perubahan salinitas dari tawar, payau sampai asin, dan disamping itu mampu tumbuh dan berkembang dengan baik dalam perairan dengan turbiditas tinggi, serta dapat tumbuh dengan cepat dalam lingkungan yang cocok.

Teknik pembenihan ikan kakap  

Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan dengan visual dan pengecekan kematangan gonadnya. Pengecekan kematangan gonad dilakukan dengan menggunakan kateter kanula. Adapun ciri-ciri induk jantan ikan kakap putih yaitu memiliki sperma lebih cair dan berwarna putih susu sedangkan ciri-ciri induk betina memiliki kualitas telur yang baik yaitu dicirikan dengan menyebar 50%-70% jika dimasukan kedalam air dan diaduk.

Perawatan induk sebelum pemijahan

Pemijahan induk dilakukan dengan cara melakukan rangsangan. Untuk merangsang induk jantan dan betina dilakukan dengan cara memanipulasi lingkungan dalam bak pemijahan yaitu menurunkan debit air pada pagi sebanyak 80% dan menaikan debit air pada sore hari sebanyak 80% dengan selang waktu 4-6 jam setiap harinya. Selama proses perawatan ini, induk diberi pakan segar berupa ikan dan juga cumi serta pakan formulasi yang diperuntukan untuk pematangan gonad.

Pemijahan alami

Proses pemijahan alami pada ikan kakap dilakukan secara kelompok pemijahan, dimana perbandingan jantan dan betina adalah 1:3 yaitu 1 betina, 3 jantan tiap kelompoknya. Pada dasarnya pemijahan ikan kakap berlangsung selama 3 hari pada 14–16 hari bulan atau 14-16 pada penanggalan bulan hijriah. Pemijahan akan berlangsung secara alami antara pukul 21.00 s/d 02.00 WIB. Oleh karena itu egg collector harus sudah dipasang sebelum pemijahan berlangsung.

Pemijahan Semi Buatan

Proses pemijahan pada ikan kakap dilakukan secara kelompok pemijahan dimana tiap kelompok perbandingan jantan dan betina adalah 1:3 yaitu 1 betina, 3 jantan. Pemijahan semi buatan dilakukan dengan menggunakan hormon LH-Rha yang sudah dilarutkan dengan aquades sebangyak 10 ml/Kg ikan. Penyuntikan dilakukan sebanyak 1 kali dibagian punggung ikan. Ikan yang sudah disuntik dibawa ke bak pemijahan.
Pemijahan ikan kakap putih akan terjadi antara pukul 21.00 s/d 02.00 WIB dengan jeda waktu 35-38 jam setelah penyuntikan. Pemasangan egg collector dilakukan sebelum terjadi pemijahan.

Pemanenan Telur

Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari antara pukul 06.00–08.00 WIB. Pemanenan dilakukan dengan cara mengurangi debit air, telur diambil dengan menggunakan serokan/seser yang ditampung kedalam ember. Telur yang sudah dipanen kemudian dihitung total jumlah telur (hatchering rate) yang dikeluarkan dan juga dilakukan pengecekan kualitas telur yang dihasilkan.
Adapun ciri telur yang dibuahi berwarna bening dan transparan, telur mengapung dan melayang di permukaan air berdiameter 0,6–0,8 mm yang ditampung dalam egg collector. Penetasan telur dapat dilakukan pada bak inkubasi maupun langsung pada bak pemeliharaan.

Manajemen Pemelihraan larva

Pemeliharaan larva ikan kakap putih dilakukan di dalam bak yang telah bersih dan steril dengan padat tebar 10–15 ekor/liter. Pemeliharaan larva dilakukan selama kurang lebih 30 hari sampai mencapai ukuran panjang 1,5 – 2,0 cm.

Padat penebaran kakap putih



Wednesday 8 March 2017

Peranan Statistik Dalam Membangun Perikanan Budidaya

Membangun suatu rangkaian tahapan pekerjaan mulai dari perencanaan/program sampai memperoleh keberhasilan dalam pembangunan yang telah dilaksanakan, tentunya tidak terlepas dari data basic (awal) yang dijadikan barometer untuk membuat sebuah perencanaan. Jika data yang digunakan salah tentunya perencanaan bisa menjadi salah, hasil akhirnya apa yang dikerjakan sesuai program akan menjadi sia-sia. Disinilah data memainkan peranannya. Data dapat diperoleh melalui implementasi ilmu statistik yang dijalankan dengan baik. Pada hakikatnya data statistik sangat berguna sebagai dasar dalam menyusun suatu kebijakan dan sebagai indikator keberhasilan program yang sudah dijalankan. Kepentingan data dan Informasi dalam aspek publik yaitu Lembaga Penyelenggara Negara berkewajiban untuk memberi informasi serta Publik ber hak untuk mendapatkan informasi

Sumber data dalam dunia perikanan
  • Badan Pusat Statistik (BPS)
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Unit Teknis
  • Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Propinsi
  • Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten/Kota
  • Keluaran data akhir di KKP & BPS.
Dalam dunia perikanan khususnya budidaya sama halnya dengan pembangunan disektor-sektor lainnya tentunya juga membutuhkan data yang akurat dan berkelanjutan, agar pembangunan bisa dirancang, dijalankan secara efektif serta tidak salah arah. Untuk menuju perikanan budidaya yang maju secara komprehensif dalam suatu wilayah yang menyimpan potensi perikanan, hanya bisa diketahui dan dicapai dengan adanya ketersediaan data. Tujuan pengembangan statistik perikanan budidaya adalah menyediakan data statistik perikanan budidaya yang berkualitas yakni lengkap, akurat, mutakhir dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan sistem statistik kelautan dan perikanan yang andal, efektif dan efisien guna mendukung pembangunan kelautan dan perikanan (data yang kaya dan jujur).

Jenis Data Statistik Perikanan Budidaya

Data Statistik Produksi/Unit Ekonomi yaitu data mengenai hasil produksi ikan yang dibudidaya, diantaranya yaitu:
  • Pembesaran Ikan
  • Pembenihan Ikan
  • Ikan Hias
Jenisnya data adalah:
  • Unit ekonomi : swasta (RTP/PP) dan pemerintah (Balai Benih)
  • Lahan
  • Kapasitas Produksi
  • Tenaga Kerja/Pembenih Ikan
  • Sarana produksi (induk, pakan, obat)
  • Produksi = Volumer (jenis dan ukuran), Nilai (jenis dan ukuran)
Data statistik Non Produksi yaitu data penunjang lainnya diluar produksi yang dapat dijadikan acuan dalam menganalisa potensi dan kebutuhan penunjang budidaya diantaranya yaitu: 
  • Potensi Lahan
  • Sarpras
  • Sertifikasi (CBIB, CPIB)
  • Saluran
  • HaKI
  • Pakan
  • Obat-obatan

Dukungan data statistik 

Penyusunan rencana untuk menghasilkan rancangan lengkap melalui: a) penyiapan rancangan rencana bersifat teknokratik, menyeluruh dan terukur. b) masing-masing instansi menyiapkan rancangan mengacu kepada rencana yang telah disiapkan, c) melibatkan stakeholder dan penyelarasan rencana masing-masing jenjang melalui Musrenbang, d) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Penetapan rencana pembangunan menjadi produk hukum, sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. RPJP oleh UU / Perda, RPJM dan RKP oleh Perpres / Pergub / Perbut. 

Tahap pengendalian pelaksanaan rencana untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan koreksi, penyesuaian,  dan analisis hasil pemantauan pelaksanaan.
Tahap evaluasi pelaksanaan rencana yang dilakukan pada bagian perencanaan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data untuk menilai pencapaian tujuan, sasaran dan kinerja pembangunan mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit), dan dampak (impact).

Alur Pengumpulan Data

Mekanisme dalam perolehan data sampai pengolahan data statistik yaitu dimulai dari lini wilayah terkecil. Alur tersebut dimulai perolehan data oleh petugas lapangan di Kecamatan dengan menggunakan metode-metode pengambilan sampel, selanjutnya diserahkan ke Kabupaten/Kota (Dinas yang membidangi Kelautan dan Perikanan) untuk dilakukan rekapitulasi dan pengolahan data.  Kemudian data tersebut dikirim Dinas Provinsi untuk dilakukan rekapitulasi dan pengolahan data. Sebelum data tersebut dikirim ke pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen Perikanan Budidaya) dilakukan kroscek kelapangan dengan didampingi oleh petugas Kab/Kota dan petugas pengambil data lapangan (pencacah data).

Tantangan yang dihadapai 

Memenuhi kebutuhan data sehingga diperoleh hasil data yang akurat dan cepat tentunya diperlukan upaya yang lebih keras terutama dalam mengatasi kendala dan permasalahan di lapangan yang menyangkut proses pengumpulan data, pengolahan data serta teknis dan jenis tampilannya. Fenomena yang terjadi saat ini kepentingan akan data statistik belum diikuti dengan upaya perhatian secara sungguh-sungguh dan menyeluruh dari para pelaku pembangunan.

Keberadaan data statistik diharapkan dapat memberikan gambaran data yang cukup akurat tentang perikanan budidaya, bermanfaat bagi pengembangan Perikanan Budidaya ke depan untuk meningkatkan kesejahteraan Pembudidaya Perikanan sehingga sektor Kelautan dan Perikanan dapat diwujudkan menjadi salah satu sektor unggulan Kepulauan Riau. 

Dengan adanya dukungan statistik tentunya diharapkan nantinya dapat meningkatkan produksi dan produktifitas perikanan budidaya.


Semoga tulisan ini bermanfaat

Terimakasih




Tuesday 7 March 2017

Memahami dan Mengetahui Tentang Perizinan, Pemasukan, dan Pengeluaran Ikan Hidup


Salam Perikanan- Kali ini admin ingin membagikan informasi mengenai perizinan yang terdapat di perikanan budidaya. Mungkin para pembaca ada yang baru mendengar atau mengetahui bahwa di perikanan budidaya juga terdapat perizinan…jawabannya tentu saja iya, karena penerapan perizinan ini mutlak diperlukan untuk mengatur keluar masuknya ikan baik ke dalam Wilayah Indonesia ataupun Keluar Wilayah Indonesia. Baik…kita mulai saja pembahasannya. 

Pertama kita harus mengenal dulu mengenai jenis izin di Perikanan Budidaya, adapun uraiannya sebagai berikut…,
  1. Surat izin pemasukan ikan hidup ke dalam Wilayah Republik Indonesia (Impor).
  2. Rekomendasi pengeluaran ikan hidup ke luar Wilayah Republik Indonesia (Ekspor).
  3. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan atau yang dikenal dengan istilah SIKPI untuk Pembudidayaan Ikan.
  4. Rekomendasi Pembudidayaan Ikan Penanaman Modal (RPIPM), dan yang terakhir
  5. Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Apa dasar hukumnya? Perlu juga pembaca ketahui tentang dasar hukum perizinan tersebut bisa terbentuk, diantanya: 

a. Izin pemasukan  ikan hidup (Impor), dasar hukumnya 
  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan 
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan KKP RI Nomor. PER.09/MEN/2007 Tentang Ketentuan Pemasukan Media Pembawa Berupa Ikan Hidup Sebagai Barang Bawaan Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. PER.17/MEN/2009 tentang Larangan Pemasukan Beberapa Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke Dalam Wilayah Republik Indonesia
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. PER.12/MEN/2011 tentang Hasil Perikanan dan Sarana Produksi Ikan Dari Negara Jepang Yang Masuk Kedalam Wilayah Republik Indonesia.
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2011 tentang Analisis Resiko Impor.
  • Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. KEP.08/MEN/2004 tentang Tata Cara Impor Ikan Jenis Atau Varietas Baru ke Dalam Wilayah Republik Indonesia
  • Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. KEP.20/MEN/2007 tentang Tindakan Karantina Untuk Impor Media Pembawa Hama Dan Penyakit Ikan Karantina Dari Luar Negeri Dan Dari Suatu Area Ke Area Lain Di Dalam Wilayah RI;
  • Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. KEP.29/MEN/2008 tentang Persyaratan Impor Media Pembawa Berupa Ikan Hidup;
  • Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. KEP.03/MEN/2010 tentang Penetapan Jenis-Jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media, Pembawa dan Sebarannya;
  • Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. KEP.53/MEN/2010 tentang Penetapan Tempat-Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Hama dan Penyakit Ikan Karantina;
  • Peraturan Pemerintah Nomor. 15 Tahun 2002 Tentang Karantina Ikan;
  • Peraturan Pemerintah Nomor. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika;
  • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. PER.11/MEN/2011 tentang Instalasi Karantina Ikan; 
Adapun jenis ikan hidup yang dapat dibolehkan masukkan ke Wilayah Indonesia adalah: 
Jenis ikan yang tidak berbahaya, tidak dilarang menurut peraturan, jenis ikan berupa benih, calon induk atau Induk untuk kepentingan budidaya sesuai peraturan yang berlaku.
Jenis ikan yang perlu dikendalikan karena berbahaya namun tidak dilarang pemasukannya menurut peraturan tetapi berpotensi mengancam kelestarian plasma nutfah ikan asli Indonesia dan ekosistem akuatik contohnya adalah: ikan gabus (chana striata), Palmas, Cichlids, Tiger fish.

Adapun jenis ikan hidup yang dilarang masukkan ke Wilayah Indonesia sesuai dengan Permen KP No. 17 Th 2009 adalah:
  • Tetraodontidae  (Puffer Fishes)
  • Trichomycteridae  (paracitic catfishes)
  • Characidae  (piranha)
  • Esocidae  (pike and pickeree)
  • Electrophoridae  (belut listrik)
Perlu juga pembaca ketahui ada syarat-syarat untuk pemasukan ikan hidup, apa saja itu?
Bukan jenis ikan berbahaya dan tidak dilarang berdasarkan peraturan. mekanismenya adalah sebagai berikut:
  1. Mendapat surat izin pemasukan ikan hidup dari KKP RI (Direktur Jenderal Perikanan Budidaya atau Pejabat yang ditunjuk.
  2. Pemasukan melalui tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri.
  3. Memiliki kelengkapan Certificate Of Origin (CoF) dari Instansi berwenang di Negara asal.
  4. Mengikuti ketentuan dan prosedur karantina ikan serta ketentuan pemasukan ikan hidup yang telah ditetapkan oleh Menteri.
  5. Mengikuti ketentuan terkait lainnya yang ditetapkan oleh Menteri, Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk. 
Berikutnya memengenai prosedur penerbitan Surat Izin Pemasukan Ikan Hidup, apa langkah-langkahnya?
  1. Surat permohonan izin pemasukan ikan hidup yang diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya.
  2. Rekomendasi pemasukan ikan hidup dari Dinas Provinsi atau Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang Kelautan dan Perikanan di Wilayah atau Lokasi Usaha Budidaya.
  3. Fotokopi SIUP di bidang pembudidayaan ikan yang diterbitkan oleh Daerah Atau IUT Yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang di Bidang Penanaman Modal atau TPUPI yang diterbitkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diatur oleh Peraturan Menteri.
  4. Surat Keterangan Asal Ikan.
  5. Fotokopi NPWP.
  6. Laporan realisasi pemasukan dan dibuktikan dengan fotokopi Invoice / Airway Bill.
  7. Laporan Pendistribusian.
  8. Surat Pernyataan dari pemohon yang menyatakan bertanggung jawab akan kebenaran dokumen.
Sedangkan untuk tata cara pemasukan ikan hidup memiliki tahap-tahapan diantaranya.
  1. Permohonan izin pemasukan diajukan kepada Direktur Jenderal.
  2. Izin pemasukan ikan hidup berlaku selama 1  tahun sejak diterbitkan. Pada bulan ke 6 wajib untuk melakukan registrasi surat izin dan menyerahkan laporan realisasi pemasukan.
Setelah mengetahui tentang izin ikan hidup yang bisa masuk ke Indonesi, berikut pembaca juga bisa ketahui, mengenai rekomendasi tahapan pengeluaran  ikan hidup ke luar Wilayah Indonesia. Adapun dasar hukum yang mengatur adalah :
  1. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.07/MEN/2004 tentang Pengadaan dan Peredaran Benih Ikan 
  2. Surat Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan No. S.817/IV-KKH/2004 tanggal 27 Desember 2004 tentang Penerbitan SATS-LN Komoditas Perikanan
  3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.19/MEN/2012 tentang Larangan Pengeluaran Benih Sidat dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia..
  4. Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 07/M-Dag/PER/4/2005 tentang Ketentuan Umum Dibidang Ekspor
Sedangkan jenis ikan hidup yang dapat dikeluarkan adalah:
  • Ikan yang tidak dilarang keluar menurut peraturan yang telah ditetapkan Menteri.
  • Ikan yang dilarang keluar menurut peraturan yang ditetapkan oleh Menteri, kecuali untuk tujuan study/penelitan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta promosi usaha/ekspo/peragaan/pameran/perlombaan.
Jenis ikan hidup dilarang dikeluarkan dari Wilayah Republik Indonesia
  • Anak Ikan Arwana berukuran dibawah 10 cm.
  • Benih ikan sidat dengan ukuran berat sampai 150 gram per ekor.
  • Ikan hias Botia yang berukuran kurang dari 2,5 cm dan lebih besar dari 15 cm.
  • Udang Penaeidae (induk dan calon induk) dengan ukuran panjang total ≥ 17 cm dan/atau berat tubuh ≥ 70 gram;
  • Udang galah air tawar berukuran dibawah 8 cm.
Persyaratan Penerbitan Rekomendasi Pengeluaran (Ekspor) Ke Luar Wilayah RI 
  1. Surat Permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dilengkapi dengan Identitas pemilik perusahaan dan NPWP;
  2. Rekomendasi Pengeluaran Ikan Hidup Dari  Dinas Provinsi Atau Dinas Kabupaten/kota yang bertanggung jawab di Bidang Kelautan dan Perikanan;
  3. SIUP bidang pembudidayaan ikan yang diperoleh dari instansi yang berwenang atau Tanda Pencatatan Usaha Pembudidayaan Ikan (TPUPI) yang diperoleh dari Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang Kelautan dan Perikanan;
  4. Fotokopi Sertifikat Kesehatan Ikan dan Produk Perikanan
Usulan Revisi Peraturan mengenai Izin Pemasukan dan Pengeluaran Ikan Hidup
  1. Surat Izin Pemasukan Ikan Hidup berlaku selama 1 tahun sejak diterbitkan untuk jenis ikan yang sudah ada di Indonesia;
  2. Laporan realisasi pemasukan harus disampaikan setiap 3  bulan.
  3. Apabila dalam jangka waktu 6 bulan sejak Izin diterbitkan perusahaan tidak menyampaikan laporan, maka surat izin akan dibekukan. (tanggal kadaluarsa  dicantumkan pada format surat izin) 
  4. Khusus surat Izin Pemasukan Ikan Hidup untuk keperluan pameran atau ekspo atau peragaan atau perlombaan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
  5. Setelah pelaksanaan kegiatan tersebut wajib dikembalikan lagi ke negara asalnya;
  • Apabila tidak dikembalikan ke negara asal, maka diambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku. 
  • Masa berlaku surat Izin Pemasukan hanya untuk 1 kali pemasukan;
  • Pemohon hanya dapat mengajukan permohonan perpanjangan kepada Direktur Jenderal dengan persyaratan dan kelengkapan apabila masa berlaku surat Izin Pemasukan telah berakhir atau jumlah kuota ikan yang dimasukan telah habis sebelum masa berlaku surat Izin Pemasukan berakhir, dengan persyaratan dan kelengkapan sebagaimana persyaratan penerbitan izin pemasukan Ikan Hidup.
Jumlah dan jenis species ikan hidup yang diizinkan: 
  1. Pengajuan permohonan pertama diberikan sesuai jumlah dan jenis species yang diajukan oleh pemohon setelah melalui pertimbangan teknis tim pemasukan. 
  2. Pengajuan permohonan kedua dan selanjutnya berlaku ketentuan sebagai berikut:
  • Apabila jumlah realisasi pemasukan kurang atau sama dengan 50% dari jumlah yang diberikan, maka pengajuan selanjutnya hanya dapat diberikan sebanyak 50% dari jumlah permohonan. 
  • Apabila jumlah realisasi pemasukan lebih dari 50% jumlah yang diizinkan, maka pengajuan selanjutnya dapat diberikan izin sebanyak jumlah permohonan yang diajukan.
  • umlah pemasukan minimal yang dapat diberikan adalah 15% dari permohonan yang diajukan atau menurut kebijakan Direktur Jenderal.
Perubahan data yang tercantum dalam surat izin pemasukan dapat dilakukan setelah masa berlaku selama 4 bulan sejak diterbitkan, dengan tetap mengikuti ketentuan tata cara pemasukan ikan hidup. Demikianlah artikel ini saya buat semoga bisa bermanfaat bagi pembaca,


Terimakasih dan salam :)





Mengenal Penyakit Udang Berbahaya

Salam Perikanan- Kali ini admin mau membagi informasi seputar penyakit udang yang harus diwaspadai karena berpotensi masuk ke Indonesia. Sudah selayaknya kita sebagai Insan perikanan lebih jeli dan cerdik dalam melakukan usaha budidaya, yaitu salah satunya dengan cara mampu mengenali jenis penyakit serta dapat nantinya mencegah dan menanggulangi. Baiklah, selamat membaca.


Kita ketahui bersama udang merupakan salah satu komoditas teratas budidaya. Udang di Indonesia sendiri pernah menjadi primadona yaitu udang windu (penaeus monodon). Konon katanya seorang mahasiswa jurusan perikanan budidaya jika belum pernah melakukan praktik budidaya udang, dia bukanlah aquaculture sejati…!! Mengapa demikian? Mungkin saja pemikiran ini benar adanya karena memang diantara semua komoditas budidaya hanya udang yang memiliki tingkat kerumitan yang komplek dalam pemeliharaannya.
Penyakit ikan atau udang memang merupakan suatu ancam bagi pembudidaya hal ini dikarenakan penyakit ikan atau udang dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas, keberlanjutan usaha budidaya, lingkungan, lebih luasnya dapat mengancam perdagangan antar negara atau WTO. 

Dalam perdagangan Internasional tentunya memiliki syarat-syarat tertentu yang menjadi tantangan bagi pelaku usaha agar bisa memasarkan hasil produksinya, diantaranya yaitu: a) bebas penyakit OIE, HPIK, dan sebagainya, b) food safety, c) animal welfare, serta d) ramah lingkungan atau sustainable.

Nah….ada baiknya pembaca juga mengetahui mengenai persyaratan pemasukan udang. Hal ini sebagai tambahan ilmu bagi Insan perikanan. Adapun yang menjadi syarat dalam pemasukan udang yaitu: 
  • Izin pemasukan yang dikeluarkan lembaga berwenang dalam hal ini yaitu KKP DJPB atau DJ-P2HP. 
  • Ketentuan yang mengatur perdagangan antar negara dan di ratifikasi oleh negara-negara di dunia yaitu The World Trade Organization atau WTO
  • sedangkan yang terkait kesehatan udang mengacu kepada ketentuan OIE yaitu Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement), dan
  • Ketentuan-ketentuan khusus Health Requirement (HPIK, Emerging disease, dan sebagainya)


Penyakit pada Krustasea (sumber OIE listed 2012)
  • Crayfish plague (Aphanomyces astaci)
  • Infectious hypodermal and haematopoietic necrosis (IHHNV)
  • Infectious myonecrosis IMNV)
  • Necrotising hepatopancreatitis (NHP-B)
  • Taura syndrome Virus (TSV)
  • White spot disease (WSSV)
  • White tail disease (MRNV)
  • Yellow head disease (YHD)


Hama dan Penyakit Ikan Karantina
  • Taura syndrome (TSV)
  • White spot disease (WSSV)
  • Yellow head disease-YHV
  • Infectious hypodermal & hematopoietic necrosis (IHHNV)
  • Infectious myonecrosis (IMNV) 
  • Tetrahedral baculovirosis (Baculovirus penaei)-BP
  • Spherical baculovirosis (P. monodon-type baculovirus)-MBV
  • White Tail Disease (MRNV) 
  • Penaeus vanamme Nodavirus (Nodavirus)
  • Gaffkemia-Aerococcus viridan var Homeri


Infectious Hypodermal and Hematopoeitic Necrosis Virus atau yang disingkat IHHNV. Ini sangat berbahaya karena  bisa menyebabkan kematian masal pada budidaya P. stylirostris di Amerika Utara, juga sebagai penyebab udang kuntet (udang vannamei) sehingga merugikan pembudidaya, berasal dari impor udang Penaeus monodon

Taura Syndrome Virus atau yang dikenal dengan istilah TSV. Jenis udang ang sensitif dengan TSV ini adalah udang Vannamei. Selain itu udang lain yang juga dapat terkena penyakit ini adalah udang rostris meskipun tidak diikuti kematian secara keseluruhan.
Monodon Baculovirus atau dikenal dengan sebutan MBV. Typical occluded baculovirus, Virions  dikemas dalam partikel protein polyhedron, disebut sebagai occlusion bodies, virus berukuran besar, DNA double strand.

Hepatopancreatic parvo-like virus atau dikenal dengan istilah HPV. 
Infectious Myo Necrosis Virus atau disebut IMNV. Pendeteksian virus ini pertama kali di Indonesia tahun 2006. Sebab yang dapat ditimbulkan kematian dalam jumlah yang besar. 
Necrotising Hepatopancreatitis atau lebih dikenal dengan istilah NHPB. Ciri-ciri serangan NHPB pada udang adalah gejala hepatopankreas mengerut. Kerugian yang akan dialami pembudidaya terkena NHPB Kematian udang bisa mencapai 90-95% dalam waktu 30 hari pasca wabah
Spesies terinfeksi: Litopenaus vannamei, L. stylirostris, Penaeus aztecus, P. setiferus, P. californiensis
penyebab: bakteria, berukuran kecil, gram negative, pleomorfik, genus baru alpha proteobacteria (Rickettsia - like ensosymbionts)
Aspek klinis: bakteri hanya menginfeksi hepatopankreas, pertumbuhan optimum pada 29-31 0C, salinitas 20-40 ppt. Belum ada cara mengendalikan penyakit ini (bakteri ada di dalam sel)

Apa sih gejala udang terkena EMS? Nah pembaca harus tahu gejala-gejala yang mungkin timbul diantaranya : kondisi udang akan lemah, nafsu makan udang akan menurun, kulit udang lembek, berwarna lebih gelap dari normal dan mengalami ganti kulit (molting), ciri-ciri ini hampir mirip dengan gejala udang yang terinfeksi bakteri.
Menyerang udang vaname dan udang monodon pada usia 20 sampai dengan 30 hari setelah penebaran, kematian bisa mencapai 100 % (kutipan Dr. Donald V. Lightner).


Terimakasih sudah membaca dan semoga bermanfaat. 



Monday 6 March 2017

Balai Benih Ikan di Kepulauan Riau


Salam Perikanan- Kali ini saya ingin berbagi info sedikit Mengenai Balai Benih Ikan yang ada di Kepulauan Riau. Kita ketahui 

Untuk menghasilkan Produksi Ikan yang tinggi tentunya harus disokong oleh ketersediaan benih. Benih ikan biasanya di produksi oleh pembenih ikan, perusahaan swasta, dan Instansi pemerintahan. Dalam instansi pemerintahan Balai Benih Ikan yang menjadi ujung tombak untuk menghasilkan benih yang berkualitas sehingga dapat mendukung ketersediaan benih.

Provinsi Kepulauan Riau memiliki Balai Benih Ikan yang tersebar di Kabupaten/Kota guna menghasilkan benih yang berkualitas sehingga sasaran pembangunan perikanan budidaya dapat tercapai. Semua itu dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan kinerja Balai Benih Ikan tersebut. Dukungan sarana dan prasarana tentunya harus dipenuhi atau dibangun agar kegiatan produksi benih dapat berjalan sesuai dengan target yang sudah ditetapkan. Adapun Balai Benih yang dimiliki Kepulauan Riau adalah Balai Budidaya Laut Batam, BBI Pengujan, BBI Karimun, BBU Karimun, Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT)

Optimalisasi kinerja balai benih ikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi benih yang berkualitas. Optimalisasi kinerja BBI dapat dilakukan di seluruh BBI yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Diharapkan dengan adanya optimalisasi kinerja balai benih ikan, produksi benih yang berkualitas dapat ditingkatkan. Saat ini BBI yang berada dalam naungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yaitu BBI Pengujan dan BBI Natuna. HSRT perlu dikembangkan dalam mendukung ketersediaan benih yang bermutu baik kualitas maupun kuantitas . 

Balai Benih Ikan di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan lokasi adalah sebagai berikut:
Teluk Rambut Kecamatan Siantan & Kecamatan Palmatak, Kabupaten Anambas. 
Pulau Dompak, Kecamatan TPI Barat Tanjungpinang. 
Kab.Natuna, Ranai.
Batu Duyung Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan. 
Pengujan Kecamatan Bintan Utara, Bintan. 
Pulau Setokok Kecamatan Galang Batam (UPT KKP)

Hingga saat ini keberadaan BBI dibawah kewenangan Provinsi ada 2 yakni BBI Pengujan dan BBIP Natuna. 

a. BBI Pengujan

Balai Budidaya Ikan (BBI) Pengujan dibangun pada tahun 2009 diatas tanah seluas 4.603 M2 milik Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Pembangunan fisik Balai Budidaya Ikan (BBI) Pengujan menggunakan dana APBN, sedangkan untuk operasional kegiatan yang ada di Balai Budidaya Ikan (BBI) tersebut didukung oleh dana yang bersumber dari APBD Provinsi Kepulauan Riau. Sejak dibangun tahun 2009 hingga saat ini Balai Budidaya Ikan (BBI) Pengujan dikelola oleh Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. BBI Pengujan berlokasi di Pengujan Kecamatan Teluk Bintan Utara Kabupaten Bintan, sekitar 80 km dari Kota Tanjungpinang. Tenaga teknis dan lapangan yang mengelola BBI Pengujan terdiri dari 1 (satu) orang penanggung jawab dan 15 orang tenaga teknis. 
Balai Budidaya Ikan (BBI) Pengujan ini mempunyai fungsi untuk mengelola kegiatan budidaya ikan air tawar dan ikan air laut serta induk ikan unggul dalam wilayah kerjanya agar menghasilkan produk perikanan yang berkualitas. BBI Pengujan dikelola dengan menerapkan sistem multi species,  dimana tidak hanya jenis ikan yang hidup di air laut yang dikembangkan juga ikan air tawar dan air payau. Jenis ikan yang dikembangkan hingga saat ini adalah : Lele, Bawal Bintang, Kerapu Macan/Bebek, Kakap Putih.
Balai Benih Ikan Pengujan merupakan unit produksi benih ikan laut yang dimiliki oleh Provinsi Kepulauan Riau. Kondisi saat ini Balai Benih Ikan Pengujan baru dapat memproduksi pendederan ikan bawal bintang, ikan kerapu dan kakap putih yang berasal dari Balai Budidaya Laut Batam dan hasil pemijahan yang dilakukan oleh BBI Pengujan sendiri. 

b. Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Natuna.

Keberadaan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Kab.Natuna pada mulanya dibangun melalui anggaran APBN Dekonsentrasi Provinsi Riau yang dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2003. Peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI Bapak Rokmin Dahuri pada tahun 2002. Pada saat itu BBIP Natuna dijadikan salah satu Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPT Pusat) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya di bidang penyediaan benih ikan laut dan pelayanan di bidang budidaya laut. Dalam masa transisi dari Pemerintahan Provinsi Riau kepada Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 keberadaan BBIP Natuna luput dari Penganggaran. 

Diharapkan ke depan BBIP Kab.Natuna menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kelautan dan Perikanan Kab.Natuna agar pengembangan dan operasionalisasi BBIP menjadi lebih efektif dan efisien baik dari segi penganggaran dan pengelolaan produksi. Pembangunan BBIP Kab.Natuna bertolak dari besarnya potensi perikanan dan kelautan terutama potensi perikanan budidaya laut (marine culture) Kab.Natuna. Sejak lama masyarakat di kawasan ini telah melakukan usaha budidaya secara tradisional dengan mengandalkan benih dari alam. Usaha ini sangat berperan mengangkat taraf hidup pembudidaya ikan di daerah ini. 
Keberadaan BBIP diharapkan mampu menyediakan benih ikan laut dengan harga murah dan berkesinambungan, sehingga akan mendorong perkembangan budidaya laut (marine culture) yang berarti memberi nilai tambah bagi masyarakat serta mampu memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau di bidang penyediaan benih ikan laut dan pelayanan di bidang budidaya laut. Berbeda dengan BBIP yang ada, BBIP Kab.Natuna tidak sepenuhnya dianggarkan melalui APBN justru porsi terbesar berasal dari APBD Kab.Natuna dan APBD Provinsi Kepulauan Riau. 

Kondisi Rumput Laut di Kepulauan Riau

Rumput laut adalah jenis komoditas perikanan budidaya perairan yang dapat dibudidayakan di laut maupun tambak. Rumput laut memiliki nilai ekonomi pasar yang cukup menjanjikan baik di pasaran dalam negeri maupun untuk di ekspor keluar negeri. Kelebihan rumput laut ini selain bisa dikonsumsi sebagai makanan juga bisa digunakan untuk bermacam produk yang bermanfaat..

Pengembangan usaha budidaya rumput laut sudah banyak dilakukan terutama pada tahun 90-an, akan tetapi pada saat ini usaha budidaya rumput laut di Provinsi Kepulauan masih didominasi oleh Kabupaten Karimun dan Kota Batam. Membaiknya kondisi pemasaran rumput laut serta kendala pemasaran yang sudah dapat diatasi menyebabkan pembudidaya rumput laut mulai bergairah kembali. Pada saat ini berbagai daerah terutama di kawasan Indonesia Timur telah menjadikan rumput laut sebagai komoditas dan sumber pendapatan bagi daerah. Dalam hal ini nelayan pun tidak lagi bergantung pada penangkapan ikan di laut, mereka bisa menjadi pembudidaya rumput laut karena penghasilan yang diterima dari budidaya rumput laut akan dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Sejalan dengan membaiknya harga rumput laut pada saat ini beberapa kawasan di Provinsi Kepulauan Riau terutama Kabupaten Bintan, Kota Batam, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Anambas secara perlahan telah mulai mengembangkan budidaya rumput laut karena usaha ini tidak memerlukan biaya operasional yang besar dan dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat sehingga sangat sesuai untuk masyarakat pesisir di Kepulauan Riau.

Untuk menggerakkan usaha budidaya rumput laut terutama pada daerah yang dianggap baru memulai, diperlukan pendampingan dan pembinaan karena banyak faktor-faktor teknis dan lingkungan yang harus dikuasai.  Pendampingan dan pembinaan dapat dilakukan melalui penyuluhan, magang ke kabupaten atau kecamatan yang sudah berhasil atau dengan mendatangkan tenaga atau petani rumput laut dari daerah penghasil rumput laut ke lokasi yang baru sekurang-kurangnya untuk satu siklus panen.

Peningkatan kualitas pasca panen rumput laut mutlak harus dilakukan dilakukan karena hal ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan pembudidaya rumput laut. Beberapa hal yang dapat dilakukan seperti perbaikan cara penjemuran, cara penyimpanan maupun pengepakan rumput laut kering. Selain itu, sarana penunjang lainnya perlu diperhatikan untuk kelancaran mobilitas pembudidaya sehingga pembudidaya dapat turun ke laut dengan menggunakan sampan maupun kapal motor.

Namun demikian masih ada kendala yang serius dalam pengembangan rumput laut di Kepri terutama masalah bibit rumput laut. Bibit rumput laut merupakan kendala yang menjadi permasalahan rumit bagi para pembudidaya di Kepulauan Riau. Selain itu faktor musim angin yang berakibat pada arus juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Umumnya pertumbuhan yang bagus berkisar antara bulan Maret sampai dengan bulan Agustus setiap tahunnya. Bulan November hingga Februari perkembangan rumput laut cenderung berkurang bahkan sering terjangkit penyakit.

Untuk mengatasi masalah ketersediaan bibit rumput laut, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota terus mendukung peningkatan kebun bibit dengan memberikan bantuan bibit, jaring, sampan, pancang dan tali.

Metode Tekhnologi Budidaya Rumput Laut
Pada awalnya perkembangan metode teknologi budidaya rumput laut dilakukan dengan sistem rakit apung (floating net) dan metode lepas dasar (bottom net), namun kedua metode ini memerlukan biaya yang relatif tinggi dan terakhir sesuai dengan pengembangannya berdasarkan kondisi geografis pantai diperoleh sistem pancang dengan merentangkan tali nylon ukuran 5 mm sepanjang 25 meter atau lebih dan di sepanjang tali biasanya diikat bibit/benih rumput laut seberat 2 ons menggunakan tali plastik dengan jarak tanam 25 cm sehingga satu buah tali diperoleh titik penanaman sebanyak 100 titik, perkembangan rumput laut selama 45 hari akan diperoleh rumput laut basah 1 – 1,5 Kg/titik sehingga 1(satu) buah tali akan diperoleh rumput laut basah 100 – 150 Kg. Metode ini masih sangat tradisional namun merupakan metode yang sangat efisien dan membutuhkan biaya yang relatif murah akan tetapi perlu penataan ruang yang baik. Sedangkan untuk pengeringan, teknis yang lebih efisien dan cepat serta yang biasa dilakukan oleh petani rumput laut adalah melalui teknis penjemuran rak gantung dan ada juga yang melakukan penjemuran langsung di pelataran-pelataran yang lantainya jaring multifilament.

Permintaan yang semakin bertambah dan beragam penggunaannya merupakan dorongan bagi kita untuk mengembangkan industri hasil laut ini dan didukung dengan kondisi alam yang sesuai serta sumber daya manusia yang memadai. Kedua hal ini merupakan faktor pendukung pengembangan industri rumput laut yang akan dilaksanakan dan akan dapat berhasil apabila dilakukan dengan pola kemitraan usaha antara pengusaha yang memiliki akses permodalan dan pemasaran, lembaga keuangan dalam hal ini pihak perbankan yang memiliki kemampuan manajemen usaha, dan pemerintah daerah melalui Dinas/Instansi teknis yang memiliki kemampuan teknis kegiatan budidaya rumput laut.

Mengenal Lebih dalam CBIB & CPIB

Salam perikanan - kali ini saya akan membahas masalah Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) serta Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB). Sebagai Insan perikanan sudah selayaknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan dua item tersebut, apa kegunaannya dalam menghadapi tantangan dunia perikanan ke depannya, serta bagaimana mekanisme penerapannya tentunya dengan melihat aspek dan ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai standar yang sudah ditetapkan. 

Pertama kita harus tahu apa itu CBIB dan CPIB? 

Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) secara sederhana dapat kita artikan sebagai proses pemeliharaan ikan dengan menjaga kualitas/mutu ikan sehingga akan memberikan hasil panen yang layak untuk dikonsumsi, bebas dari kontaminasi bahan kimia dan biologi. Dengan menerapkan CBIB dalam kegiatan budidaya, ini sangat membantu sehingga dalam proses pemeliharaan ikan menjadi lebih efektif, efisien, memperkecil risiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelanggan, mendapatkan jaminan ekspor untuk pasar bebas serta tidak berbahaya bagi lingkungan. 

Sedangkan CPIB prinsipnya sama dengan CBIB, hanya perbedaannya yang diproduksi benih.
Budidaya Laut di Natuna
Dunia semakin berkembang begitupun dengan ilmu pengetahuan selalu mengalami pembaharuan dan perubahan-perubahan ke arah yang lebih maju. Sebagai insan perikanan sudah selayaknya kita mempersiapkan diri untuk menghadapi perdagangan bebas agar siap untuk menghadapi perekonomian dunia. Permasalahan jaminan mutu menjadi syarat mutlak yang harus diperhatikan oleh pembudidaya. Jaminan mutu ini berkaitan erat dengan standarisasi, sertifikasi dan akreditasi dan inilah kunci dari jaminan mutu produksi perikanan. Selain memperhatikan persyaratan mutu produksi perikanan maka produk perikanan budidaya diharapkan juga aman sebagai makanan konsumsi bagi konsumen dan ramah lingkungan. 

Pembesaran dan pembenihan ikan itu merupakan dua elemen yang saling berkaitan. Artinya jika pembenihan tidak ada, mustahil pembesaran dapat dilakukan, begitupun sebaliknya. Logikanya tidak ada benih bagaimana mau membesarkan, atau melakukan pembesaran benihnya tidak ada. Dalam ruang lingkup proses pembenihan juga berlaku ketentuan yang sama, artinya benih yang dihasilkan juga harus terjamin mutunya bebas dari kontaminan bahan2 berbahaya. Ha ini tentunya dapat dikontrol dengan cara menerapkan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Sehingga benih yang dihasilkan nantinya sehat, aman, dan dapat meningkatkan produk benih ikan bermutu dalam memenuhi persyaratan.

Agar pelaku usaha dan pihak-pihak terkait dapat menerapkan kaidah CPIB diperlukan personel dari unit pembenihan yang terlatih untuk memastikan produksi benih dilakukan sesuai kaidah CPIB, sehingga keamanan produk perikanan budidaya mulai dari proses pembenihan sampai dengan kualitas benih yang dihasilkan dapat terjamin

Aplikasi penerapan CBIB dan CPIB dalam proses kegiatan budidaya memiliki 4 (empat) faktor yang harus diperhatikan antara lain: teknis, manajemen, keamanan pangan serta lingkungan. Uraiannya adalah sebagai berikut: 

1. Faktor teknis, adapun yang masuk kedalam faktor ini adalah: 
  • Lokasi dan sumber air (bebas banjir dan bahan cemaran, sumber air melalui pengecekan hasil laboratorium sehingga bebas kandungan logam berat dan bakteri coliform). 
  • Fasilitas yang layak memiliki gudang pakan dan gudang peralatan, sarana pengemasan.
  • Proses produksi (mengacu pada Standard Nasional Indonesia (SNI) dari pemeliharaan sampai pengemasan. Benih ikan berasal dari unit pembenihan yang bersertifikat CPIB, memiliki bukti berupa Surat Keterangan Asal (SKA) Benih Ikan. Begitupun induk ikan berasal dari lembaga berwenang memproduksi Induk Ikan, memiliki bukti berupa Surat Keterangan Asal (SKA) Induk Ikan)
  • Penerapan biosecurity (biosecurity penting dilakukan karena merupakan suatu cara untuk menjaga tempat budidaya/pembenihan bebas dari terkontaminasi zat-zat maupun organisme berbahaya yang sewaktu-waktu bisa mengganggu proses pemeliharaan. Hal yang bisa dilakukan dalam penerapannya adalah membuat pagar keliling, foot bath, pencuci roda mobil/motor di pintu gerbang dsb.


2. Faktor keamanan pangan,
  • Tidak diperbolehkan menggunakan obat-obat, bahan kimia/biologi yang dilarang karena dapat menyebabkan residu termasuk antibiotik. (obat-obatan legal dan sudah mendapat izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bisa digunakan).
  • Untuk pakan saat pemeliharaan yang boleh digunakan hanyalah pakan yang sudah memiliki sertifikasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. (Pembudidaya / Pembenih bisa juga menggunakan pakan buatan sendiri, namun harus melalui tahap analisis dari laboratorium sehingga dapat dipertanggungjawabkan bahan, formula serta proses produksi pakan tersebut) 

3. Faktor lingkungan.
  • Harus dipastikan bahwa kegiatan budidaya/pembenihan yang dilakukan tidak mencemari lingkungan sekitar. Salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan pengendapan air buangan dari proses budidaya/pembenihan ikan kedalam sebuah bak sebelum dibuang.


Tidak bisa di pungkiri ke depannya sertifikat CBIB dan CPIB ini menjadi syarat wajib bagi Pembudidaya mau Pembenih Ikan untuk menembus pasar ekspor dan tidak menutup kemungkinan di pasar domestik pun juga. Sebagai lembaga Negara Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mencanangkan dan memprogramkan kegiatan ini sehingga dapat mendorong pelaku usaha menerapkan CBIB dan CPIB dalam usaha budidaya maupun pembenihan yang dilakukan. Sebagai Insan budidaya atau pelaku usaha sertifikat ini dapat kita peroleh yaitu dengan cara pengajuan sertifikasi CBIB dan CPIB pada unit usahanya. Mekanismenya pembudidaya/pembenih ikan mengusulkan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota, yang akan diteruskan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan diteruskan Ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP RI).

a. Pengajuan untuk sertifikasi CBIB. Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan antara lain: 
  • Lokasi, (bebas banjir dan cemaran);
  • Air (tersedia sepanjang tahun dan tidak tercemar);
  • Menerapkan biosecurity;
  • Pakan bersertifikat (melampirkan bahan/formula dan menyerahkan sampel apabila menggunakan pakan buatan sendiri);
  • Benih memiliki Surat Keterangan Asal (SKA);
  • Mempunyai Standard Operasional Prosedur (SOP) dari pengolahan kolam, pengadaan benih, sampai dengan panen;


b. Pengajuan untuk sertifikasi CPIB: adapun syarat yang harus diperhatikan antara lain: 
Surat keterangan dari Desa;
  • Lokasi (bebas banjir dan cemaran);
  • Air (tersedia sepanjang tahun dan tidak tercemar dibuktikan dengan hasil analisis laboratorium);
  • Fasilitas unit lengkap (ada gudang, tempat pengemasan dsb)
  • Menerapkan biosecurity;
  • Pakan bersertifikat (melampirkan bahan/formula dan menyerahkan sampel apabila menggunakan pakan buatan sendiri);
  • Induk memiliki Surat Keterangan Asal (SKA);
  • Mempunyai Standard Operasional Prosedur (SOP) dari pengolahan kolam, pengadaan induk, pemeriksaan kesehatan ikan, pemeriksaan kualitas air, sampai dengan panen dan pengemasan;
  • Mempunyai data rekaman selama proses produksi;
  • Didampingi satu orang bersertifikat Manager Pengendali Mutu (MPM) Perbenihan.


Langkah-langkah Penerapan CPIB
1. Komitmen Pimpinan Puncak 
Komitmen manajemen merupakan hal yang paling penting untuk ditetapkan sebelum melangkah lebih jauh dalam rencana penerapan CPIB. Tanpa komitmen yang jelas & tegas dari pimpinan puncak yang didukung seluruh karyawan, penerapan CPIB sangat sulit dilaksanakan dan tidak akan mencapai sesuatu yang direncanakan oleh suatu unit pembenihan. Pimpinan puncak harus memberi bukti komitmennya pada penerapan CPIB juga melakukan perbaikan berkelanjutan dan keefektifan nya dengan cara: 
  • Mengomunikasikan pentingnya pemenuhan persyaratan pelanggan. 
  • Menetapkan sasaran mutu Memastikan CPIB dijalankan secara konsisten.
  • Melakukan tinjauan manajemen secara berkala. 
  • Memastikan ketersediaan sumber daya yang diperlukan. e) Menunjuk Manajer Pengendali Mutu (MPM).


2. Penunjukkan Manajer Pengendali Mutu (MPM)
Pimpinan puncak memberi kewenangan kepada Manager Pengendali Mutu untuk mengelola, memantau, mengevaluasi dan mengoordinasikan penerapan CPIB di lapangan. Kriteria penunjukan MPM berdasarkan kompetensi kepemimpinan & pemahaman terhadap sistem yang berlaku pd masing-masing unit dan mempunyai sertifikat MPM (yang dikeluarkan oleh DJPB)

MPM harus: a) Mempunyai akses komunikasi langsung dengan pimpinan puncak. b) Ditunjuk dari anggota manajemen / karyawan / anggota. c) kelompok pembenih. d) Tidak merangkap tugas sebagai manajer produksi. e) Melaporkan kepada pimpinan puncak tentang penerapan CPIB) Mempromosikan kesadaran tentang persyaratan pelanggan dan CPIB diseluruh fungsi dan tingkatan

MPM memiliki tanggungjawab dan wewenang sebagai berikut:
Memastikan proses yang diperlukan untuk penerapan CPIB telah ditetapkan, diimplementasikan dan dipelihara.
Memastikan promosi kesadaran tentang persyaratan pelanggan di seluruh tingkatan dalam unit pembenihan.
Sebagai penghubung dg pihak luar dalam masalah yang berkaitan mutu.

3. Pembentukan TIM CPIB
Pembentukan TIM oleh pimpinan puncak terdiri atas : 1. Seorang MPM, 2. Seorang pusat pengendali dokumen yang bertugas mengendalikan seluruh dokumen mutu unit pembenihan yang menerapkan CPIB mulai dari mendistribusikan, menyimpan, menarik dan memusnahkan dokumen serta memastikan bahwa dokumen yang beredar adalah dokumen terkini atau paling mutakhir. 3. Personil wakil tiap-tiap bagian yang bertugas membuat & membangun penerapan CPIB.

4. Struktur Organisasi 
Struktur organisasi secara visual digambarkan dalam bentuk bagan yang disusun bagi kebutuhan koordinasi penyelenggaraan kegiatan unit pembenihan & dirancang berdasarkan kondisi operasional pembagian tugas kepada setiap personil dan dapat menjelaskan secara visual tingkat maupun luasan kewenangan masing-masing unit.
Wewenang & tanggungjawab masing-masing fungsi dalam unit pembenihan harus ditetapkan sesuai pembagian yang jelas & diupayakan tidak terjadi penugasan yang tumpang tindih.

5. Pelajari Persyaratan CPIB 
Mempelajari dan memahami persyaratan CPIB adalah kunci sukses menuju keberhasilan dari suatu proses dokumentasi dan penerapan CPIB.

6. Pelatihan Karyawan 
Unit pembenihan harus membuat pelatihan pemahaman terhadap persyaratan dan penerapan CPIB dengan tujuan memberikan kesadaran mutu & pemahaman persyaratan kepada TIM beserta seluruh karyawan termasuk pelatihan dokumentasi. 
Pelatihan ini dapat dilakukan oleh MPM.

7. Penyusunan Dokumen 
Tim menyusun dokumen CPIB, karena dokumen merupakan dasar penerapan CPIB, dokumen harus tertulis jelas dan dapat dimengerti dengan mudah oleh setiap orang yang memerlukannya. Tanpa adanya dokumen yang teratur dan rapi, penerapan CPIB tidak dapat dilaksanakan dengan baik & tidak dapat dijamin konsisten.

8. Sosialisasi Penerapan CPIB 
Setiap unit pembenihan harus mengembangkan rencana penerapan CPIB yang telah disusun TIM.
Rencana tersebut harus disosialisasikan keseluruhan jajaran/tingkatan dalam unit pembenihan paling tinggi sampai yang paling bawah harus mengerti dan memahami kebijakan mutunya. 

9. Penerapan CPIB dan dokumentasi 
Dokumen CPIB yang sah dan telah disosialisasikan harus diterapkan oleh seluruh jajaran dalam unit pembenihan. 
Apabila dalam penerapannya masih menemui kendala maka dokumentasi tersebut dapat dilakukan revisi dan penyempurnaan sesuai kebutuhan. 
Unit pembenihan yang telah serius memperhatikan penerapan CPIB pada tahap ini membutuhkan waktu minimal 3 bulan.

10. Pengajuan Sertifikasi
Unit pembenihan yang ingin mengajukan permohonan sertifikasi ke Direktorat Perbenihan, DJPB (sesuai pedoman sertifikasi CPIB), harus memperhatikan dan menerapkan ketentuan-ketentuan CPIB dalam unit pembenihan sehingga sesuai dengan persyaratan CPIB.  Surveillance akan dilakukan terhadap unit pembenihan yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat, jangka waktu pelaksanaannya adalah setiap 6 bulan sekali atau mungkin minimal satu kali dalam setahun.

Keberhasilan Penerapan CPIB 
Pimpinan puncak yang tidak mempunyai kompetensi, komitmen dan kemauan keras sehingga tidak akan bisa menjadi motor penggerak/katalisator untuk mempercepat proses pemberdayaan, pembudayaan dan pendayagunaan SDM secara optimal.
Komunikasi internal yang kurang efektif, sehingga visi dan misi tidak dipahami di semua tingkatan/jajaran dalam suatu unit pembenihan.
Keterlibatan semua karyawan dalam unit pembenihan.  Hal ini sangat didukung oleh peran kepemimpinan dalam membangun nilai-nilai dan budaya kerja. 

Hambatan dalam Penerapan CPIB yaitu: Kurangnya komitmen, Keterbatasan SDM, Kurangnya partisipasi, Kurangnya pemahaman, Kurangnya pemantauan, Keterbatasan waktu Pembatasan eksternal.
Mengatasi Hambatan dalam Penerapan CPIB yaitu: Mengadakan infrastruktur untuk implementasi, Mengadakan pelatihan, Membuat indikator kerja, Menyediakan sumber daya yang cukup.

Suksesnya Implementasi CPIB Dapat Dicapai Dengan Adanya Budaya Kerja Mutu Dalam Unit Pembenihan, Komunikasi Yang Baik Internal dan Eksternal

"Terimakasih dan Semoga Bermanfaat" 

Comments system