Sejarah dan Letak Geografis
Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Riau, terbentuk berdasarkan Undang Undang No. 25 Tahun 2002 dan pemerintahan baru efektif berjalan sejak 1 Juli 2004. Provinsi Kepulauan Riau mempunyai luas Wilayah 251.810,71 Km2 yang terdiri dari luas lautan 241.215,30 Km2 (96%) dengan daratan seluas 10.595,41 Km2 (4 %) dan panjang garis pantai 2.367,6 Km dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil.
Gambar 1. Peta Wilayah Provinsi Kepulauan Riau |
Provinsi Kepulauan Riau secara geografis terletak pada koordinat antara 0040 LS dan 070 LS serta antara 103039’ BT sampai dengan 110000’ BT . Peta adminitrasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau terdiri atas 5 (Lima) Kabupaten dan 2 (Dua) Kota yakni; Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kota Tanjungpinang dan Kota Batam serta memiliki 59 Kecamatan dan 352 Desa / Kelurahan.
Adapun Wilayah yang langsung berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau adalah :
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Negara Vietnam dan Kamboja
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Negara Malaysia Bagian Timur dan Provinsi Kalimantan Barat
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Negara Singapura, Malaysia dan Provinsi Riau.
Provinsi Kepulauan Riau secara fisik merupakan wilayah pulau-pulau kecil yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh laut. Berdasarkan Data Bakosurtanal (2006) luas wilayah Provinsi Kepulauan Riau mencapai 425.214,6679 km2 yang terdiri dari perairan seluas 417,005,0594 km2 (98,0 % ). Sementara daratannya merupakan gugusan pulau besar dan kecil yang berjumlah ± 1.795 pulau dengan luas keseluruhan mencapai ± 8.209,6 08 km2 (2,0 %) dan panjang garis pantai diperkirakan 2.367,6 km2. Wilayah perairan Provinsi Kepulauan Riau meliputi Laut Cina Selatan (Laut Natuna) yang berbatasan dengan wilayah perairan negara Thailand, Malaysia dan Vietnam. Provinsi Kepulauan Riau juga berada dalam wilayah kerjasama antar kawasan yang berada di wilayah Selat Karimata.ff, Senayang, Bunguran dan pulau-pulau Anambas. Penduduk yang mendiami pulau-pulau di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada umumnya lebih terkonsentrasi di sepanjang pinggiran pantai dan bila ditinjau dari aspek makro kawasan, maka seluruh wilayah di Provinsi Kepulauan Riau merupakan kawasan strategis untuk pengembangan Perikanan Budidaya.
Peluang Usaha Budidaya di Kepulauan Riau
Perairan Provinsi Kepulauan Riau bagian barat umumnya mempunyai kedalaman yang relatif dangkal yaitu sekitar 40 meter dengan dasar lumpur berpasir dan berkarang. Salinitas perairan pantai yang banyak terdapat pemukiman penduduk berkisar 28 ‰ dan perairan lepas pantai 35 ‰. Kecepatan arus dan perbedaan pasang surut tidak sebesar di Selat Malaka. Perairan di daerah ini secara bergantian dipengaruhi oleh massa air yang datang dari Laut Cina Selatan dan Laut Jawa. Dibagian Timur, perairan yang dimulai dari timur Pulau Bintan dan Pulau Singkep, kedalaman lautnya melebihi 80 meter dengan dasar pasir campur pasie lumpur dan karang.
Kondisi iklim Provinsi Kepulauan Riau adalah beriklim tropis dengan temperatur rata-rata terendah 23,9 °C dan tertinggi rata-rata 31,8 °C dengan kelembaban udara sekitar 87 %. Setiap setengah tahun berubah antara musim kemarau dan musim hujan. Kemudian berdasarkan arah mata angin berlaku musim utara, musim selatan, musim barat dan musim timur. Musim tersebut sangat bepengaruh terhadap usaha perikanan di Provinsi Kepulauan Riau baik usaha perikanan tangkap maupun usaha perikanan budidaya.
Peluang dan potensi pengembangan perikanan budidaya laut, tawar dan payau merupakan peluang besar untuk mendorong peningkatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir dan peningkatan indusri pengolahan di bidang kelautan dan perikanan.
Potensi pengembangan maricultur mecapai 455.780 hektar (Ha) yang terdiri dari 54.672,1 Ha untuk marikultur pesisir dan 401,107,9 Ha untuk marikultur laut lepas. Marikultur pesisir adalah budidaya laut yang berlokasi diperairan terlindung dari gelombang dan badai, biasanya di sekitar selat, teluk, dan perairan terumbu karang. Budidaya laut lepas (Offshore marine culture) adalah budidaya laut yang dilakukan di laut terbuka, oleh karena itu insfatruktur yang digunakan berukuran pasif dan bersifat lentur guna menghadapi gelombang tinggi.
Tabel 1. Potensi Pengembangan Mariculture Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Kajian Studi Identifikasi
Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri TA. 2011
|
Tabel 2. Daerah Potensi Pengembangan Maricultur Kepulauan Riau.
Sumber : Kajian Studi Identifikasi
Potensi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri TA. 2011
|
Tiap tahunnya terjadi peningkatan Rumah Tangga Perikanan (RTP) Budidaya. Hingga tahun 2013, Laut sudah mencapai 10.946 RTP, payau sekitar 137 RTP dan budidaya ikan air tawar sebesar 4.067 RTP. Gambaran RTP Perikanan Budidaya tiap-tiap Kabupaten/Kota se-Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga Perikanan Budidaya
Sumber : Validasi Statistik Perikanan Budidaya DKP
Provinsi Kepri Tahun 2012-2013
|
Sedangkan pemanfaatan budidaya yang ada saat ini baru termanfaatkan sekitar 0,53%. Potensi dan pemanfaatan lahan perikanan budidaya ikan air laut, ikan air tawar dan ikan air payau dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Perikanan Budidaya
Sumber : Validasi Statistik Perikanan Budidaya DKP
Provinsi Kepri 2012-2013
|
Potensi produksi marikultur Provinsi Kepri bila seluruh perairan laut potensial dimanfaatkan untuk pengembangan marikultur diperkirakan mencapai lebih dari 144 ribu ton/tahun untuk ikan laut dan 179 ribu ton kering per tahun untuk rumput laut dengan nilai produksi diperkirakan mencapai hampir Rp 9,5 triliun per tahun. Kabupaten Lingga berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai sentra produksi marikultur Kepri, mengingat potensi sumber daya alam dan produksi yang diharapkan dari kabupaten ini sangat besar.
Tabel 5. Potensi produksi dan nilai produksi budidaya di Provinsi Kepri
Tabel 5. Potensi produksi dan nilai produksi budidaya di Provinsi Kepri
Gambar 2. Target dan Realisasi Produksi TA.
2011 dan TA. 2012
|
Kebijakan Perikanan Budidaya di Kepulauan Riau
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya di Provinsi Kepulauan Riau, antara lain sebagai berikut:
- Pengembangan komoditas: pengembangan komoditas eksotik (mahal) untuk pasar ekspor dan pengembangan budidaya air tawar untuk pemenuhan pasar domsetik dan regional (Singapura dan Malaysia);
- Pengembangan kawasan produksi: zonasi dan detil kawasan akuakuakultur, pengembangan pengangkutan benih (ke daerah remote dan hatchery);
- Pengembangan teknologi: produksi (pakan, penyakit, kualitas air, breeding) dan pengangkutan ikan hidup (baik benih mauapun ukuran konsumsi);
- Pengembangan SDM dan kelembagaan masyarakat: pelatihan, pendampingan, percontohan (demfarm), pendanaan modal usaha;
- Pengembangan cakupan: program pemanfaatan pulau-pulau terluar RI untuk pengembangan ekonomi masyarakat (Kementrian Pertahanan, KKP, Kementrian Dalam Negeri);
- Pengembangan agribisnis: pengembangan usaha sejak hulu hingga hilir, terutama industri pengolahan perikanan (seperti pabrik karaginan rumput laut dan industri makanan di kawasan industri Batam dengan orientasi ekspor;
- Pengembangan pendukung: lembaga perekayasaan, infrastruktur produksi;
- Pengembangan usaha: mengembangkan usaha skala kecil (rakyat) seperti UPR (unit pembenihan rakyat) atau backyard hatchery hingga besar (indusri) seperti hatchery besar;
- Pelestarian sumberdaya air, baik air tawar, air payau dan air laut untuk akuakultur yang berkelanjutan.
Pengembangan Perikanan Budidaya Laut
a) Isu Strategis Pengembangan Perikanan Budidaya Air Laut
Terdapat sejumlah isu-isu strategis dalam pengembangan perikanan budidaya laut atau marikultur di Provinsi Kepri, baik isu yang bersifat peluang, tantangan, ancaman dan kelemahan, sebagai berikut:
- Potensi sumber daya perairan laut provinsi ini yang sangat besar, dan laut menyimpan kandungan oksigen yang sangat melimpah, sehingga perairan ini cocok untuk usaha budidaya laut (marikultur);
- Tingkat pemanfaatan potensi sumber daya laut yang masih sangat rendah;
- Kebijakan nasional (DKP) dan global (FAO) yang lebih menekankan pengembangan akuakultur khususnya marikultur dalam pembangunan perikanan;
- Permintaan produk sea food hasil marikultur yang sangat tinggi, baik di pasar lokal, regional maupun global;
- Belum adanya kebijakan Pemda yang terpadu dalam pengembangan marikultur secara berkelanjutan;
- Konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang pesisir dan laut dalam pelaksanaan pembangunan cukup besar, sehingga menghambat iklim investasi marikultur;
- Kondisi prasarana wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang kurang mendukung pengembangan dan pembangunan marikultur;
- Kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang berkaitan dengan perikanan budidaya laut relatif masih rendah;
- Ketersediaan sarana produksi terutama benih ikan laut dan bibit rumput laut, pakan, bahan bakar minyak, obat-obatan;
- Tingginya harga pakan dan sarana produksi lainnnya yang bisa menyebabkan produk marikultur Provinsi Kepulauan Riau kurang berdaya saing;
- Pencemaran perairan yang disebabkan antara lain oleh penambangan (bauksit, pasir laut, batu granit), pelayaran, pembangunan kawasan pesisir, dan sebagainya yang menyebabkan memburuknya mutu lingkungan/media budidaya, dan
- Kegagalan panen karena serangan penyakit, inefisiensi dan inefektivitas serta rendahnya produktivitas marikultur karena belum optimalnya penerapan teknologi, prosedur dan manajemen yang benar.
b) Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya Air Laut
- Peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya kelautan untuk perikanan budidaya laut dalam rangka merebut peluang pasar sea food;
- Peningkatan, pengembangan dan pembinaan kapasitas SDM dan kelembagaan perikanan budidaya laut;
- Penyediaan sarana produksi yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat harga;
- Peningkatan pengawasan lingkungan perairan laut dan penegakan hukum;
- Pengembangan dan penerapan teknologi/cara budidaya ikan yang baik yang mencakup produksi (pakan, penyakit, kualitas air, breeding) dan pengangkutan ikan hidup (baik benih mauapun ukuran konsumsi);
- Pengembangan dan diversifikasi komoditas, antara lain pengembangan gonggong;
- Pengembangan agribisnis: pengembangan usaha sejak hulu hingga hilir, terutama industri pengolahan perikanan (seperti pabrik karaginan rumput laut dan industri makanan di kawasan industri Batam dengan orientasi ekspor;
- Pengembangan pendukung: lembaga perekayasaan, infrastruktur produksi;
- Pengembangan usaha: mengembangkan usaha skala kecil (rakyat) seperti UPR (unit pembenihan rakyat) atau backyard hatchery hingga besar (indusri) seperti hatchery besar.
Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau
a) Isu-Isu Strategis Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau
Beberapa isu strategis dalam pembangunan perikanan budidaya air payau adalah sebagai berikut:
- Potensi sumber daya peisisir untuk pengembangan budidaya air payau di provinsi ini sangat besar
- Tingkat pemanfaatan potensi sumber daya air payau masih sangat rendah;
- Kebijakan nasional (DKP) dan global (FAO) yang lebih menekankan pengembangan akuakultur khususnya marikultur dalam pembangunan perikanan;
- Permintaan produk sea food termasuk yang berasal dari tambak seperti udang windu, udang vannamei, ikan kakap putih, ikan kerapu lumpur, kepiting bakau dan sebagainya sangat tinggi, baik di pasar lokal, regional maupun global;
- Belum adanya kebijakan Pemda yang terpadu dalam pengembangan budidaya air payau secara berkelanjutan;
- Konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang pesisir dengan berbagai kepentingan lainnya seperti industri, pelabuhan, pemukiman dan sebagainya;
- Kondisi prasarana wilayah yang kurang mendukung pengembangan dan pembangunan perikanan budidaya air payau;
- Kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang berkaitan dengan perikanan budidaya air payau relatif masih rendah, terutama di dalam pembinaan dan pendampingan;
- Ketersediaan sarana produksi terutama benih ikan laut, benur udang vannamei dan udang windu, bibit rumput laut gracilaria, pakan, bahan bakar minyak, obat-obatan;
- Tingginya harga pakan dan sarana produksi lainnnya yang bisa menyebabkan produk perikanan budidaya air payau Provinsi KEPRI kurang berdaya saing;
- Pencemaran perairan yang disebabkan antara lain oleh penambangan (bauksit, pasir laut, batu granit), pelayaran, pembangunan kawasan pesisir, dan sebagainya yang menyebabkan memburuknya mutu lingkungan/media budidaya air payau;
- Kegagalan panen karena serangan penyakit, inefisiensi dan inefektivitas serta rendahnya produktivitas tambak karena belum optimalnya penerapan teknologi, prosedur dan manajemen yang benar.
b) Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau
- Peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya air payau untuk budidaya tambak dalam rangka merebut peluang pasar sea food ;
- Peningkatan, pengembangan dan pembinaan kapasitas SDM dan kelembagaan perikanan budidaya air payau;
- Penyediaan sarana produksi budidaya air payau, seperti benur udang dan benih ikan serta bibit rumput laut, yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat harga;
- Pengembangan dan penerapan teknologi/cara budidaya tambak yang baik;
- Pengembangan dan diversifikasi komoditas budidaya air payau;
- Pengembangan agribisnis budidaya air payau yang tangguh dan berkelanjutan;
- Pelestarian sumberdaya air payau, terutama kawasan hutan mangrove;
- Pengembangan infrastruktur dasar pendukung usaha budidaya tambak seperti akses jalan dan jembatan/transportasi, telekomunikasi, energy dan akomodasi.
Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar
a) Isu-Isu Strategis Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar
Isu-isu strategis dalam pengembangan budidaya air tawar mencakup:
- Potensi sumber daya air untuk pengembangan budidaya air tawar di provinsi belum sepenuhnya dimanfaatkan. Tingkat pemanfaatan potensi sumber daya air payau masih sangat rendah;
- Kebijakan nasional (DKP) dan global (FAO) yang lebih menekankan pengembangan akuakultur khususnya marikultur dalam pembangunan perikanan;
- Permintaan produk budidaya air tawar, terutama lele, ikan nila dan ikan cenderung meningkat tajam;
- Impor ikan lele dari Malaysia;
- Belum adanya kebijakan Pemda yang terpadu dalam pengembangan budidaya air tawar yang tangguh dan berkelanjutan;
- Konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan dan air tawar dengan berbagai kepentingan lainnya seperti industri, pemukiman dan sebagainya dalam pengembangan budidaya air tawar;
- Kondisi prasarana wilayah yang kurang mendukung pengembangan dan pembangunan perikanan budidaya air tawar;
- Kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang berkaitan dengan perikanan budidaya air tawar relatif masih rendah, terutama di dalam pembinaan dan pendampingan;
- Ketersediaan sarana produksi terutama benih ikan, pakan, bahan bakar minyak, obat-obatan;
- Tingginya harga pakan dan sarana produksi lainnnya yang bisa menyebabkan produk perikanan budidaya air tawar kurang berdaya saing;
- Kegagalan panen karena serangan penyakit, inefisiensi dan inefektivitas serta rendahnya produktivitas kolam air tawar karena belum optimalnya penerapan teknologi, prosedur dan manajemen yang benar, dan kurangnya akses permodalan pelaku usaha budidaya air.
b) Strategi Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar
- Peningkatan pemanfaatan potensi sumberdaya air tawar untuk pengembangan kolam ramah lingkungan
- Pengembangan pasar produk budidaya kolam
- Pengembangan jumlah dan kapasitas SDM dan kelembagaan perikanan budidaya air tawar
- Pengembangan sarana produksi benih/benur/bibit, pakan, obat-obatan, BBM dan peralatan budidaya kolam
- Pengembangan teknologi budidaya kolam yang produktif dan ramah lingkungan
- Pengembangan dan diversifikasi komoditas budidaya air tawar
- Pengembangan agribisnis budidaya air tawar yang tangguh dan berkelanjutan
- Pelestarian sumberdaya air tawar seperti danau, situ, sungai, mata air dan waduk
- Pengembangan infrastruktur dasar pendukung usaha budidaya kolam seperti prasarana transportasi, telekomunikasi, air bersih dan akomodasi.